Sabtu, 07 Juni 2014

INI ALASAN KUAT PERLUNYA MENGAWAL IMPLEMENTASI KURIKULUM 2013

INI ALASAN KUAT PERLUNYA MENGAWAL IMPLEMENTASI KURIKULUM 2013
               
Apa alasan kuat implementasi Kurikulum 2013 perlu dikawal dalam pelaksanaannya di 2014? Jawabnya satu, hasil sensus kurikulum melibatkan sebanyak 76.735 responden di jenjang SD, SMP, SMA, dan SMK.
Jumlah itu terdiri atas kepala sekolah (6.326), guru (42.507), siswa (6.326), orangtua (8.924), pengawas (6.326), dan komite sekolah (6.326), serta menunjukkan dampak yang positif. Fakta-fakta ini memperkuat rencana implementasi Kurikulum 2013 pada 2014.

Hal itu juga menjadi modal dan pegangan bagi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) dalam upaya terus-menerus memperbaiki implementasi Kurikulum 2013. Pelatihan guru akan menjadi syarat mutlak dalam implementasi kurikulum ini. Karena itulah, tidak diizinkan bila sekolah yang gurunya belum mendapatkan pelatihan menyatakan sebagai sekolah yang telah mengimplementasikan Kurikulum 2013.
Pelatihan guru menjadi kata kunci karena di dalamnya menyangkut materi proses pembelajaran dan penilaian, yang pada Kurikulum 2013 melalui pendekatan saintifik.
Dari hasil evaluasi sebelumnya, maka pada pelatihan yang disiapkan untuk implementasi Kurikulum 2013 di tahun 2014, peran guru inti ditiadakan.

Empat grafik (SD, SMP, SMA, dan SMK) tentang dampak terhadap Kurikulum 2013 yang diperoleh dari hasil sensus menjadi kata kunci bahwa perlu upaya Kemendikbud mengawal implementasi Kurikulum 2013 di 2014. Inilah yang akan disampaikan pada Rembuk Nasional Pendidikan dan Kebudayaan 2014 di Jakarta, Kamis dan Jumat (6-7/2/2014). Rembuknas juga akan membicarakan hal teknis lain, di antaranya waktu pelatihan, sasaran pelatihan, serta penyiapaan dan pencetakan buku.
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Mohammad Nuh mengakui, penerapan kurikulum baru yang telah dilaksanakan pada pertengahan 2013 lalu memang masih menyulitkan beberapa pihak terkait, salah satunya guru. Hal itu diungkapkan Mendikbud pada rapat kerja Komisi X DPR RI di Senayan, Selasa (4/3/2014).
"Yang paling berat dan sering dikeluhkan oleh guru adalah mengenai penilaian hasil belajar," ujar Nuh.
Selama ini, lanjut Nuh, guru hanya memberikan penilaian secara numerik yang berpatokan pada hasil-hasil ujian siswa. Sementara itu, pada sistem kurikulum 2013, guru harus memberikan penilaian secara kualitatif atau deskriptif.

"Selama ini guru yang mengajar memberikan penilaian selalu numerik kuantitatif. Nah, sekarang ini, berdasarkan kurikulum ini, diubah dari numerik ke deskriptif," jelas Nuh.
Dengan menemukan kesulitan guru tersebut, menurut Mendikbud, para guru akan diberikan pelatihan. Namun, pelatihan tersebut tidak hanya mengenai sistem penilaian, tetapi juga seluruh sistem yang berlaku pada Kurikulum 2013.

"Kita akan beri jadwal pelatihan kepada guru. Materinya mulai dari konsep kurikulum. Setiap latihan guru akan dapat tiga bahan, yaitu petunjuk dari pelatihan itu sendiri, buku guru, dan buku murid," ujarnya.
Nuh mengatakan, pelatihan direncanakan akan berlangsung dalam waktu dekat dan diperkirakan selesai sebelum bulan puasa nanti. Dengan demikian, tidak ada yang mengeluh tentang beratnya pelatihan saat bulan puasa.

Memang, bicara kurikulum seperti bicara buah simalakama. Serba salah. Dan serba dianggap tak penting-penting sekali untuk kelancaran proses pendidikan selama ini. Namun, semua hal jika dilihat lebih objektif akan terasa manfaatnya jika dilaksanakan dengan benar sesuai prosedur yang sudah diatur. Tidak ada yang salah dengan perubahan kurikulum yang terus dikembangkan oleh pemerintah, hanya salah pada penerapan dan pelaksanaan saja. Kurikulum tidak layak dijadikan kambinghitam dalam masalah pendidikan dikarenakan perubahan zaman yang terus melaju kencang. Kurikulum KBK tentu tidak akan cocok diterapkan di tahun 2013 yang semua berbau teknologi. Di beberapa daerah, siswa lebih peka teknologi dibandingkan dengan guru. Hal ini tentu jadi pokok permasalahan yang kemudian disimpulkan bahwa dunia pendidikan benar-benar butuh penyegaran.

Kurikulum 2013 lebih menekankan pada tiga ranah yang perlu dinilai, jika sudah dilaksanakan Kurikulum 2013 kemudian ketiga ranah tersebut yang digarisbawahi maka Ujian Nasional sudah bukan lagi acuan kelulusan. Kurikulum 2013 lebih menekankan penilaian pada sikap, pengetahuan dan keterampilan. Sikap menjadi penilaian paling utama sebelum menilai kedua hal setelah itu. Dalam Kurikulum 2013 sikap tertuang dalam Kompetensi Inti (KI) satu sampai empat, dan termuat juga dalam Kompetensi Dasar (KD) satu dan dua. Pengetahuan baru dimulai pdaa KD tiga dan keterampilan di KD empat. Dengan demikian, penilaian siswa seluruhnya diserahkan pada sikap bukan hanya pada kognitif semata seperti pelaksanaan UN selama ini. Kurikulum 2013 akan sangat bertentangan dengan UN jika UN masih dilaksanakan. Alasannya, tentu saja UN hanya menilai pengetahuan siswa melalui angka-angka tanpa melihat sikap yang tidak bisa dinilai semudah menorehkan angka-angka.

Dalam Kurikulum 2013 dikenal dengan pendekatan scientific. Pendekatan ini lebih menekankan pada pembelajaran yang mengaktifkan siswa. Pendekatan ini paling tidak dilaksanakan dengan melibatkan tiga model pembelajaran, di antaranya problem based learning, project based learning dan discovery learning. Ketiga model ini akan menunjang how to do yang dielu-elukan dalam Kurikulum 2013.

Pada dasarnya, ketiga model pembelajaran yang diharapkan terlaksana dalam Kurikulum 2013 tersebut, sudah dijalankan sebagian guru dalam pembelajaran selama ini. Model pembelajaran tersebut pun bukan lagi model lama yang mesti dipelajari guru. Kemudian muncul anggapan bahwa pembelajaran yang terjadi tidak bisa menghadirkan suasana nyaman pada siswa, hak itu kembali pada proses pembelajaran. Jangan pernah lupa; bahwa siswa punya tingkatan tersendiri dalam diri mereka. Ada yang diam. Ada yang aktif. Ada yang bandel. Ada yang malas. Soal kebodohan yang kata yang sama makna dengannya itu tidaklah ada dalam kamus pendidikan. Bodoh hanya milik orang-orang malas belajar dan membuang waktu percuma dengan berbagai masalah yang semakin terlarut dalam waktu. 

Maka, pelaksanaan Kurikulum 2013 pun akan mengalami hal yang serupa di kurikulum terdahulu jika paradigma masyarakat kita khususnya pelajar masih beranggapan bahwa guru adalah segala. Proses pembelajaran bukanlah mau guru dan mau kurikulum, guru hanya merencanakan dengan membuat skenario, kemudian guru menjadi sutradara, tinggal siswa-siswi yang berperan sesuai karakter yang sudah ditentukan. Hal yang mudah, dan sudah dilakukan selama ini bukan hanya di Kurikulum 2013 semata.

Lantas? Kenapa Kurikulum 2013 dijadikan patokan majunya pendidikan untuk bertahun ke depan? Hal ini tidaklah serta merta terletak pada kurikulum semata, kurikulum hanya jembatan menuju sukses dalam gelap. Pelaksanaannya kembali pada keadaan dan situasi sosial yang mendukung. Siswa di Ibu Kota akan sangat jauh berbeda kesadaran akan pendidikan dengan siswa di pedesaan. Siswa di pedesaan akan sangat jauh tertinggal dalam keinginan belajar dibandingkan siswa di Ibu Kota. Hal ini semestinya juga dilihat oleh pemangku kebijakan terhadap gubahan Kurikulum, tidak langsung diubah tanpa menikmati sendiri proses yang selama ini terjadi di daerah terpencil.

Kurikulum 2013 akan diterapkan pemerintah secara universal dalam waktu dekat. Terdapat beberapa sekolah yang sudah melaksanakan Kurikulum 2013 dimulai dengan kelas sepuluh untuk tingkat SMA. Pada kurikulum 2013 tidak lagi dikenal dengan jurusan (dahulu IPA dan IPS), melainkan peminatan. Siswa yang masuk di SMA berkurikulum ini akan ikut tes dengan psikolog untuk menentukan minat dan bakatnya. Siswa yang lebih suka mengarang tentu akan sulit berinteraksi dengan pelajaran Matematika. Siswa yang cepat dalam berhitung tentu akan mudah mempelajari Fisika atau Kimia. Siswa yang senang interaksi dengan banyak orang tentu akan mudah menalar teori-teori dalam Sosiologi. Tes minat ini akan menentukan siswa akan masuk ke kelas eksak atau noneksak. Selain kelas minat, siswa juga bisa memilih pelajaran lintas minat sesuai ketentuan. Pelajaran lintas minat ini bisa mendukung pelajaran-pelajaran lain yang diajarkan di sekolah. Kecuali pelajaran wajib seperti Matematika (untuk IPA dan IPS berbeda materi ajar), bahasa Indonesia maupun Kewarganegaraan, siswa tidak punya alasan untuk meninggalkannya.
Pelaksanaan Kurikulum 2013 seperti yang sudah dikatakan di atas, dilaksanakan melalui Pendekatan Scientific. 

Pada pelaksanaannya pendekatan ini menekankan pada lima aspek penting, yaitu mengamati, menanya, mencoba, menalar dan komunikasi. Lima aspek ini harus benar-benar terlihat pada pelaksanaan pembelajaran di lapangan.


1.        Mengamati
Pembelajaran selama ini cenderung dilakukan dengan metode ceramah. Tidak ada yang salah dengan metode ini, metode ceramah merupakan dasar melaksanakan setiap kegiatan. Pada Kurikulum 2013 metode ceramah tidak dilupakan, hanya saja dikurangi takarannya. Siswa dituntut lebih aktif dalam segala masalah.
Proses mengamati dilakukan siswa terhadap masalah yang diajarkan. Jika pelajaran Fisika, Kimia atau Biologi rasanya tidak ada masalah dalam proses mengamati. Kendalanya tentu pada pelajaran lain yang kurang alat dan bahan sehingga guru dituntut harus benar-benar paham materi sebelum menghadirkan siswa ke dunia nyata dengan mengamati sendiri fenomena yang terjadi. Proses mengamati ini sangatlah penting, di mana siswa menghadirkan angan menjadi nyata. Siswa tidak lagi mengkhayal dalam setiap pembelajaran, siswa sudah melihat langsung proses percobaan yang dituntun guru sebelum mencoba.

2.        Menanya
Proses bertanya sudah bukan lagi barang baru. Siswa yang tidak berani bertanya selama sekolah akan terus diam terpaku sampai lulus. Siswa yang aktif bertanya akan terus menanyakan masalah yang tidak diketahuinya. Siswa yang aktif inilah yang dituntut dalam Kurikulum 2013. Siswa harus bertanya!
Bagaimana siswa harus bertanya? Hal ini dilakukan guru dengan membuka pembelajaran dengan menimbulkan masalah. Jika selama ini proses pembelajaran dimulai dengan pertanyaan apakah, di Kurikulum 2013 yang sangat berperan adalah pertanyaan mengapa dan bagaimana. Dengan demikian secara tidak langsung siswa sudah digiring untuk menelaah dan mencari-cari serta menanyakan semua permasalahan yang menganjal.
Proses bertanya tidak harus membuka sesi pertanyaan. Siswa berhak bertanya apa pun masalah yang tidak diketahuinya agar jelas penjelasannya. Pertanyaan siswa akan mengukur sejauh mana kemampuan mereka menyerap materi yang diajarkan.

3.        Mencoba
Pelaksanaan Kurikulum 2013 menuntut siswa untuk mencoba sendiri, ikut terlibat langsung dalam masalah yang dihadirkan guru. Jika dalam pembelajaran IPA guru memberi penuntun pelaksanaan percobaan lalu siswa melaksanakan percobaan tersebut. Dalam pelajaran lain, misalnya pembelajaran agama, siswa akan mencoba melaksanakan yang diamati. Misalnya, dalam melaksanakan shalat; semua proses pelaksanaan shalat siswa amati kemudian mencoba melaksanakan shalat, dan contoh-contoh lain.
Mencoba akan membuat siswa sadar bahwa materi ajar penting dalam kehidupan mereka sehari-hari bukan lagi mengejar nilai. Siswa yang mencoba akan paham bahwa materi yang diajarkan guru berguna untuk mereka.

4.        Menalar
Bagian ini yang paling sulit untuk sebagian siswa. Siswa dituntut untuk dapat memahami dengan benar pokok materi yang diajarkan guru. Pemahaman siswa tidak setengah-setengah yang kemudian menimbulkan keraguan dalam diri mereka. Proses penalaran inilah yang kemudian membuat siswa mencerna dengan baik, memilah baik buruk, lalu mendapatkan kesimpulan. Tidak mudah menalar suatu materi ajar apabila pelajaran yang diajarkan memberatkan mereka. Namun, siswa akan mudah mencerna pembelajaran jika siswa mampu konsentrasi terhadap pembelajaran yang sedang berlangsung.

5.        MengKomunikasikan
Hal terakhir yang diharuskan ada dalam Kurikulum 2013 adalah mengkomunikasikan semua permasalahan. Dalam hal percobaan IPA siswa bisa mempresentasikan hasil kerja mereka. Dalam hal agama, siswa bisa maju ke depan kelas mempraktekkan tata cara shalat dan lain-lain. Sehingga siswa mampu memahami dan menjalankan materi ajar dengan benar dalam kehidupan sehari-hari.

Kriteria Pendekatan Scientific (Pendekatan Ilmiah) :
1.      Materi pembelajaran berbasis pada fakta atau fenomena yang dapat dijelaskan dengan logika/ penalaran, ukan sebatas kira-kira atau khayalan saja.
2.    Penjelasan guru, respon siswa, dan interaksi edukatif guru-siswa tidak menyimpang dari alur pemikiran logis.
3. Mendorong siswa mampu berpikir hipotetik dalam melihat perbedaan dan kesamaan dari materi pembelajaran.
4.    Menginspirasi siswa mampu memahami, menerapkan, dan mengembangkan pola berpikir yang rasional dan objektif dalam merespon materi pembelajaran.
5.   Mendorong siswa mampu berpikir kritis, analitis, dan tepat dalam mengidentifikasi, memahami, dan memecahkan serta mengaplikasikan materi pembelajaran.
6.         Berbasis pada konsep, teori dan fakta empiris yang dapat dipertanggung jawabkan.
7.         Tujuan pembelajaran dirumuskan secara sederhana dan jelas, namun menarik sistem penyajiannya.


Langkah – Langkah Pembelajaran pada Pendekatan Scientific (Pendekatan Ilmiah) :




Dan pendekatan scientific juga menyentuh 3 ranah, yaitu ; sikap (afektif), pengetahuan (kognitif), dan (psikomotorik) Perhatikan diagram berikut.
1.        Ranah sikap mengganti transformasi substansi atau materi ajar peserta didik “tahu mengapa”.
2.  Ranah keterampilan sikap mengganti transformasi substansi atau materi ajar peserta didik “tahu bagaimana”.
3.        Ranah pengetahuan sikap mengganti transformasi substansi atau materi ajar peserta didik “tahu apa”.

Hasil akhirnya adalah peningkatan dan keseimbangan antara kemampuan untuk menjadi manusia yang baik (soft skill) dan peserta didik yang meliputi aspek kompetensi sikap, pengetahuan, dan keterampilan.

Kelima aspek dalam pelaksanaan Kurikulum 2013 sangat berkaitan satu sama lain. Pada dasarnya, kelima aspek ini sudah pernah dilakukan oleh sebagian guru. Namun pendalamannya dilakukan kembali di Kurikulum 2013 untuk menyegarkan semangat pendidikan Indonesia yang semakin loyo.

Kurikulum boleh berganti setiap tahun karena masa juga terus berganti semakin canggih. Yang tidak boleh berganti tentu saja semangat kerja guru serta penghargaan pemerintah atas jerih payah guru dalam mendidik. Jangan pula nilai akhir UN dijadikan patokan keberhasilan seorang siswa. Hasil belajar 3 tahun jadi penilaian 2 jam. Bagaimana menilai hal ini?


Kurikulum 2013 akan terlaksana, tepat atau tidak, merata atau hanya di kota saja, semua tergantung kepentingan pemerintah terhadap pendidikan kita. Kurikulum 2013 akan berhenti di kursi emasnya jika tidak disosialisasikan sampai ke pelosok oleh pihak berwenang seperti KTSP. 

Percaya atau tidak, kita lihat saja!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar